ukhuwah ketika menerobos hujan
Hujan begitu deras
tak menghalangi langkah ini ke tempat yang dituju. Petir serta kilat yang
bersautan menemani setiap langkah yang ditemani dengan dzikir. Sebenarnya goyah
langkah ini. Tersirna melihat Dua sosok luar biasa didepan pandanganku. Mereka yang
begitu lelah setelah menjalani aktivitasnya. Mungkin raga mereka terlelah,
namun jiwa dan hati tetap kuat menerjang impian baru. Kami disini sekarang, di
jalan dengan air hujan yang menggenang. Dua sosok itu begitu tegar, kuperhatikan
mereka. dua saudara seimanku, dengan lelahnya menerobos hujan, dan matanya
bersinar penuh impian. Impian yang dimulai pada hari ini .
Sepertinya Aku
melihat umi tamim, istri Khalid bin
Walid. Yang berjuang di medan perang
menemani suaminya, memberikan semangat dan
seluruh kekuatan untuk kejayaan Islam. Ia bertugas memberikan pedang tambahan untuk
Khalid yang dalam peperangan tak cukup dengan satu pedang memberikan semangat
untuk suaminya juga untuk semua pasukan muslim dalam menjemput syahid. Pedang
yang ia berikan sebelumnya telah diasah setajam mungkin dan di tengah-tengah
pertempuran, ia berikan pedang itu untuk suaminya. Seolah aku melihat umu tamim
di depanku, dalam raga saudaraku. Ia yang
berjuang dalam dakwahnya, mempertaruhkan
seluruh lelahnya dan membalasnya dengan senyuman manisnya.
Sepertinya aku
melihat Asma’ binti Abu bakar, iapun dengan lincah menolong saat-saat hijrah
Rasulullah dengan tenaganya padahal saat-saat itu abdullah bin zubair masih
dalam kandungannya, ia juga seperti umi tamim yang memberikan pedang terkuat untuk
suaminya Zubair bin Awwam. Dengan tangannya yang lemah namun ditopang
dengan jiwanya yang kuat, senyumannya memotivasi suaminya meneggakkan kalimat
tauhid, mengobarkan semangat syahid. Di perang Yarmuk yang dasyat, seluruh
pasukan muslimin tertidur karena sangat kelelahan, lalu munculah ia Asma’ binti
abu bakar menjaga sepanjang malam bersama sahabiyah yang lain dengan senjata di
tangan mereka. Dengan keyakinan dalam sanubari mereka, pastilah Allah
memberikan kemenangan untuk muslimin. Seolah aku melihat Asma’ binti abu bakar
di depanku, jiwanya, semangat dakwahnya. Perjuangannya untuk berkontribusi
dalam membangkitkan kejayaan ini. Seolah aku melihat mereka di hadapanku, yang
sedang menggenggam payungnya dan menatap rintikan hujan.
Sepertinya aku
melihat sosok Nusaibah bini Ka’ab di depanku, yaa. Mereka saudaraku. Nusaibah
yang membawa pedang menerobos pasukan musuh, menjadi salah satu bagian
prajurit. Dengan pedang juga panahnya. Membela dengan nyawanya. Islam hadir dalam
dekapan jiwa. Ialah Nusaibah yang dibalut dengan puluhan luka pada perang
Uhud. Sekali lagi seolah aku melihat
mereka. Nusaibah binti Ka’ab pahlawan muslimah.
Keyakinanku muncul
dengan semangat mereka, saudaraku. Meski hujan tak kunjung berhenti, semangat
mereka pun tak kunjung padam. Setahun yang lalu, ketika aku selalu dekat dengan
mereka, namun tiba-tiba harus ada perpisahan itu. Aku takut, sungguh takutku
karena akan kelihat saudara seperti mereka. takutku kehilangan orang-orang
solehah disekelilingku. Takutku ada rasa asing ketika sudah jauh dalam
pandangan mereka. Aku takut, dan benar aku takut saat itu. Namun tidak untuk sekarang, ketakutan itu tak pernah
terjadi, aku tak pernah kehilangan mereka. Allah tetap mengizinkanku berada di
sebelah orang-orang yang Ia cintai. Dan itu kesyukuranku yang masih berada di
dekat mereka saudaraku.
Ar-rasya yang
melangkah dengan langkah mungilnya dan senyum khasnya, Fauzia yang dengan
tatapan teduhnya juga senyuman dinginnya yang menyejukkan jiwa. Aku yakin kita
adalah baik pejuang itu suatu saat. Jika Allah mengizinkan itu terjadi, maka
eratkan barisan.
Sudah begitu banyak
kepahlawan sahabiyah yang dicontohkan para sahabat. Dan kita akan mengikuti contoh
itu kan. Semangat jihad bukan untuk laki-laki sahaja, ia perintah yang general.
Dengan porsinya masing-masing dengan kekuatanya masing-masing.
Tulisan ini ditulis
untuk mengingatkanku jika kita pernah berada dalam barisan yang sama. Jika
waktu cepat berlalu dan nafasku tak cukup untuk meneruskannya, maka teruskanlah
saudaraku. Kepada siapapun nanti kau mengabdi, tujuanmu tetaplah terpatri. Yang
kau mulai jauh sebelum perjalanan di
tengah hujan ini .
Komentar
Posting Komentar