Mereka mengkhawatirkanku

Jakarta risuh dengan kekacauan ala teroris yang beredar. Baru-baru saja bom mengguncang Jakarta. Berita-berita yang menyemaraki seantero Nusantara dengan sangat luar biasa. Slogan #prayforjakarta tersebar bahkan ke penjuru dunia. Seakan seluruh jakarta tertimpa peristiwa itu. Yang sebenarnya hanya terjadi di beberapa tempat saja. Dan ternyata  kejadiannya tak segawat seperti apa yang diberitakan, meski sempat membuat panik sesaat . banyak juga yang aktif berjualan di sekitar tempat kejadian bahkan  banyak juga yang selfie. Memang warga Indonesia memang  luar biasa. Karakternya itu lohh dapet banget.
Di sela-sela kepanikan yang beredar di Ibukota dan sekitarnya. Untuk tetap berjaga di rumah dan mengjindari  pusat keramaian seperti mal-mal yang ditakutkan ada Bom yang telah terpasang. Ada juga kabar bahwa Para teroris yang masih berdar masih dalam kejaran kepolisian. Tetap saja  Keyakinan hati berpendapat “Penjagaan Allah diatas penjagaan manusia, meski seluruh dunia berniat mencelakakanmu jika tak ada kekuasaan Allah maka tak seujung kulit pun terluka karenanya”. Keyakinan itu yang terbesar dalam hati ini sebenarnya. Yang mengukuhkan jiwa untuk melakukan kegiatan yang tadinya sudah direncanakan bersamaan.
Bukan karena semata ketakutan yang menyelimuti hati, tapi ada hati yang sangat mengkhawatirkan tentunya. Siapa mereka jika bukan  ayah dan Ibu yang tercinta. Sekecil apapun kabar yang tersebar dengan perasaan khawatir beliau berdua pasti akan menghubungi anaknya yang dalam perantauan mencari ilmu. Jangankan bom yang meledak di Sarinah, sebuah metromini yang ditabrak kereta KRL, seorang wanita yang dijambret di Lebak Bulus. Semua berita kriminal yang ku tau berasal dari kabar Ibuku yang mengkhawatirkan anaknya. Menunggu panggilan berdering dari handpphone, ternyata sudah ada tiga panggilan tak terjawab. Tepat perkiraanku. Tinggal menunggu panggilan selanjutnya. Yaa... beberapa detik setelah itu terdengar suara yang kurindukan dari sebuah pulau lain. Suaranya sangat khas sekali yang intinya memperingatkan untuk selalu hati-hati dan jangan pergi kemana-mana dulu. Yaa dengan nada yang penuh semangat meredam kekhawatiran memberikan kabar bahwa anaknya dalam keadaan sehat dan tidak kemana-mana.
Ada kelegaan yang terlintas dalam percakapan itu. Yaa sudahlah..... niat hati sebenarnya ingin pergi keluar bersama yang lain merasakan liburan semester, kandas dengan insiden besar ini. Jika bukan karena janji untuk tidak pergi pasti sudah pergi sedari tadi. Suatu saat nanti pasti akan merasakan menjadi orang Tua, jadi betapa bahagianya mendengar kabar anaknya dalam keadaan baik meski sekelilingnya dalam keadaan yang buruk. Dengan tapakkan keyakinan ingin menenangkan penduduk rumah “ Ya,. Ami sehat dan gak akan kemana-mana” . Sudah cukup, sudah terlalu banyak mengkhawatirkan orang tua dan membuat cemas bergelisah. Jadi teringat saat masih di pondok dulu saat mukim kelas tiga SMA di ma’had. Saat itu tekena sakit cacar yang akut mungkin, karena emang dasarnya pingin pulang pas idul fitri jadi meweknya berlebihan.  Isi telponya Cuma nangisss aja , heran juga kalau nginget masa-masa itu. Cengeng amat sih. Sampe Ayah yang nerima telpon kebingungan sendiri dan terbawa suasana khawatir sambil berkata “Iya.... trus ayah harus gimana?” beliau gak pernah kebingungan begitu. Beliau memang punya emosi yang kadang suka tinggi, meski humoris tapi kalau marah sampe sekarangpun aku gak bisa jawab pertanyaan beliau saking takutnya. Parah yaaa.  Ayah memang selalu cepat khawatir tentang keaadan anaknya. Jadi bener-bener saat itu juga. Sekeluarga cabut dari Bali tanpa persiapan yang matang. Haloooo Bali Ponorogo itu gak deket, jauh menn. Kalau berangkatnya sekarang nyampenya dua hari lagi kalau dengan istirahat di jalan. Dan cobaan yang luar biasa saat itu. Pelabuhan Gilimanuk padatnya gak karuuan. Ngantrinya ratusan kilo dari Pelabuhannya sampai ke Hutan Lindung sebelum Pelabuhan. Tanpa persiapan apapun. Gak ada yang jualan, gak ada kamar mandi , macet, panas. Gak sahur , gak Buka. Ya Allah.... sampe sekarang kejadian itu masih jadi kenangan terngenes dan diceritakan terus-menerus. Ya begitulah.....
Ayahku dan Ibuku, dengan kekurangannya dan beribu kasih sayangnya. Memang takkan ada Orang Tua yang sempurna. Namun  kasih sayangnya pasti sempurna. Jadi Anak model apa, yang gak ngebales kasih sayang ini dengan yang lebih baik. Meski jauh , meski kangen. Hidup harus terus berjalan. Meski susah, tak perlulah memberikan kekhawatiran lagi. Sudah cukup.  Bukan berarti tak ada ketakutan namun harus bersikap berani dalam segala kesulitan yang ada. Dan yakin perlindungan terbesar bukanlah dekatnya dengan orang tua, atau dekat dengan perlindungan pihak berwajib. Namun perlindungan Allahlah di Atas segalanya.


Komentar

Postingan Populer