Santri Kecil Al-Kahfi
Santri Kecil “Al-Kahfi”
Udara begitu sejuk pagi ini
di sebuah Pesantren Al-Qur’an untuk anak-anak
“Ashabul Kahfi”. Terdengar suara bersautan berlomba menghafal
Kalam Ilahi dari lisan-lisan mungil mereka. Sebuah
mobil avanza hitam terparkir di halaman Pesantren
membuat decak kagum santri-santri imut disekililingnya. Keluarlah sang penghafal
baru demikianlah bertambah teman baru mereka. Aisyah yang masih baru lulus kelas
satu Sekolah Dasar keluar dari pintu sebelah kiri sambil menguap tanda ia masih mengantuk
karna lelah setelah perjalanan panjang mereka. Dan di
sebelah kanan Khalid membuka pintu sambil menenteng tas
hitam kebanggannya. Khalid masih berfikir tentang keputusannya untuk
melanjutkan sekolah di Pesantren di kota terpencil ini yang mereka pun tak
tau dimana mereka berpijak saat ini. Namun tekad
kuat untuk tidak merepotkan Ayahnya yang
sudah sangat sibuk mengurusinya dan adiknya Aisyah
setelah kematian Bundanya. Ini keputusan Khalid
yang kuat untuk memberikan hadiah terindah untuk Bundanya
yaitu hafalan Al-Qur an yang ia tahu dari guru agamanya dahulu bahwa anak yang sholeh
adalah penolong Orang tua menuju syurga. Dan Adiknya Aisyah
tak mau jauh darinya, karena mereka memang
dekat sejak kecil dan bahkan jarang bertengkar. Atas bujukan Khalid pula Aisyah
mau jauh dari keluarga dan menetap di Pesantren karna
setahu Aisyah Bundanya tidaklah meninggal tapi
berobat ke Singapura dan jika Aisyah hafal
Al-Qur an
maka Aisyah bisa bertemu Bundanya kembali. Inilah bujukan Khalid agar adiknya
ikut ke Pesantren dengannya. Dengan segala resikonya sifat Khalid yang bertanggung
jawab tertular dari Ayahnya meski umurnya baru sebelas tahun dan duduk di bangku kelas
lima .
“Ayah,…. Kita sudah sampai?. Asyik
temannya banyak, ada permainannya juga”. Kata Aisyah
dengan penuh gembira.
“Iya. Aisyah… sebentar yaa.., Ayah
mau ngurusi pendaftarannya. Khalid tolong keluarkan
barang-barangnya yaa nak bantuin om Santo” jawab ayah tegas penuh kelembutan.
“Iya Yah…. “. Jawab Khalid dengan patuh sambil bergegas menurunkan perlengkapan
mereka.
Aisyah yang masih bejalan kesana-kemari
kegirangan menemukan tempat permainan baru dan juga teman barunya, Chelsy
dan Novi.
Chelsy yang ceriwis bertanya tak henti-henti, disambut jawaban
ceria oleh Aisyah. Sambil membawa teman barunya ia perkenalkan dengan kakaknya.
Khalid balas dengan sedikit senyuman. Lalu mereka lari lagi ke dekat dengan kolam ikan.
Khalid dipanggil ayahnya, ia pun mendekati
suara panggilan itu. Ternyata Ayahnya ingin memperkenalkannya pada guru
pembimbingnya, yang disini di kenal dengan sebutan ‘Amah’ untuk Ustadzah dan
‘Ami’ untuk sebutan Ustad. Kalimat ini diambil dari kalimat bahasa arab yang
artinya paman dan tante, agar terasa seperti keluarga sendiri. Khalid hanya diam mendengar nasihat-nasihat Ayahnya
sebelum Ayahnya titipkan ia juga Aisyah di Pesantren.
“Ayah percaya sama abang, abang pasti betanggung jawab sama keputusannya kan?.
Jaga Adiknya yaa bang. Buktikan sama Ayah Abang adalah anak sholeh
seperti cita-cita Abang”. Ucap Ayah dengan kelembutan juga ketegasannya.
Khalid sebenarnya ingin menangis kala itu mendengar ucapan Ayahnya sama persis
dengan ucapan Bundanya di akhir hayat Bundanya.
Tapi ia tahan di depan Ayahnya dengan berkata sedikit
gemetar Khalid menjawab “Iya ayah…. Khalid pasti jadi anak yang sholeh dan
bertanggung jawab”. Dengan mata penuh ketulusan Khalid menjawabnya. Air mata
Ayahnya tak sempat di bendungnya. Belum pernah ia dengar kalimat setangguh itu
dari mulut anaknya yang
masih kelas lima SD. Ia peluk anaknya dan sambil mengusap Air matanya . Ayah
Khalid sungguh bangga dengan sikap Khalid.
Aisyah melihat Ayahnya menangis
kedua kalinya. Sebelumnya ia tak pernah melihat Ayahnya menangis
kecuali saat Bundanya sakit parah . Aisyah mendekat memeluk Ayahnya
juga. Sambil memeluk Ayahnya, Aisyah
berkata “Ayah…. jangan khawatir Abang gak akan
nakalin Aisyah kok”. Ayah Khalid tersenyum juga tertawa dengan perkataan gadis
mungilnya. Demikian juga Khalid. Karna mereka
tau sepanjang sejarah Khalid tak pernah memusuhi adiknya atau bertengkar dengannya.
Bahkan Aisyah yang suka memunculkan api pertengkaran itu, ngambek lalu pergi karna cemburu pada salah
satu keunggulan abangnya. Ayahnya
berbalik arah lalu mencium kening Aisyah. “Kalau
Aisyah gimana?”. Tanya Ayah pada Aisyah. Aisyah berfikir seperti serius. “
Aisyah gak bisa janji Yah, …. Tapi pasti Aisyah jadi anak Ayah yang sholeh”.
Terang Aisyah memanja. “sholehah” sahut Ayah.
Perpisahan yang singkat dengan Ayahnya.
Aisyah dan Khalid memulai kesehariannya dengan membaca dan menghafal ayat-ayat
Al-Qur an
sambil meneruskan sekolah mereka. Hari pertama sekoahnya Aisyah sangat semangat
sekali. Ia bangun paling awal ketika mendengar amah – amah membangunkan santri kecilnya untuk sholat
tahajud dan mandi. Di Pesantren ini memang dibiasakan para santri kecilnya
untuk bangun sebelum subuh untuk sholat tahajud berjamaah dan persiapan
pribadi. Aisyah yang semangat membangunkan teman-temannya yang lain sambil mata
terpejam setengah. Setelah sholat subuh para santrinya di wajibkan untuk menambah
hafalan yang sudah di talaqi oleh amah-amah di
setiap kelompoknya setelah mengaji bersamaan. Aisyah yang terlalu semangatnya
bangun merasa sangat ngantuk dan tertidur setelah hafalan padahal
teman-teman yang lainnya sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah.
“ Aisyah, Aisyah…… Astagfirullah Aisyah ayo bangun sayang”. Berulang
kali amah Tyas membangunkan Aisyah yang tak bangun-bangun dari tadi.
Didudukkanlah Aisyah yang matanya seperempat terbuka tapi terpejam lagi. Aisyah
tertidur lagi sambil duduk. Merasa sedikit sadar ia bangun dengan sedikit kaget dan terbengong melihat sudah tidak ada lagi teman-teman yang mengaji
bersamanya tadi. Aisyah bangkit dan mengambil tas sekolahnya.
Dengan mata yang sayup ia berjalan menuju sekolah barunya.
“Amah,..amah.... Aisyah salah sekolah”. Teriak
Chelsy sambil menggandeng Aisyah yang memakai topi ulang tahun juga membawa
sebungkus bingkisan cantik berisi makanan ringan.
“Loh.... kok bisa, Aisyah kan sudah tau tempat
sekolahnya sayang.” Tanya Amah Arini lembut, yang tak mempunyai tugas mengajar
hari ini di Sekolah Ashabul Kahfi.
Aisyah terdiam sebentar seakan ia baru
tersadar bahwa tadi di sekolah ia tak menemukan Chelsy, Novi dan teman-teman
yang lain. Lalu Aisyah menjawab dengan santai “Iya Mah... sebenernya Aisyah tau
tempat sekolahnya dimana, tapi... pas tadi ngelewati sekolah yang di sana,
Aisyah di tarik sama ustdzah terus ditanya ‘Aisyah kan, ayo masuk sudah
ditunggu temen-temen di dalem’ gitu katanya terus ya udah aku masuk aja”.
Dengan ringan sambil mengemut permen tangkai hadiah tadi. Amah Arini
geleng-geleng kepala sendiri dan berbisik dalam hati ‘kok bisa yaa... mungkin
nama Aisyah juga ada di Sekolah sana’ .
Memang sekolah Ashabul kahfi bertempat
terpisah dari Asramanya yang lebih dekat dengan sekolah Islam lain yang
bangunannya memang lebih besar. Namun jarak Asrama dan sekolah Ashabul Kahfi
juga lumayan dekat dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Meskipun ke sekolah
dengan berjalan kaki, santri-santri kecil ini sangat ringan pergi bersama
menuju sekolah. Biasanya mereka berangkat awal sebelum murid-murid dari Islamic
School datang. Karena sikap mereka kurang bersahabat bahkan pernah sesekali
menjahili ataupun melempar benda-benda ke arah santri-santri ini. Disinilah
para amah juga ami mengajarkan sebuah sikap kesabaran, keikhlasan dan memaafkan
kesalahan orang lain.
“Makanya besok jangan ketiduran yaa syah...”
kata Chelsy menasehati.
“Iya.....” Novi pun juga ikut menasehati dengan
gayanya sendiri. Aisyah hanya mengangguk dalam. Sementara kakaknya Khalid
juga amah serta ami asrama lainnya hanya
bisa menggeleng-geleng kepala keheranan.
Sudah dua bulan Aisyah dan Khalid menimba ilmu
Al-Qur an dan belajar banyak hal di “Ashabul Kahfi”. Bertambah kosa kata bahasa
arab juga inggris yang memang diwajibkan untuk santri-santri menggunakannya di
percakapan sehari-hari. Untuk bahasa inggris memang Khalid tidak ada kesulitan
untuk terus mengikuti namun dalam bahasa arab dia memang sangat kurang maka
dari itu Khalid sangat extra belajar dengan teman-temannya. Banyak mendengar dan menghafalkannya membuatnya cepat bisa
mengikuti kemampuan teman-teman. Disamping itu memang Khalid adalah santri yang
cerdas.
Pagi yang cerah di Sekolah Ashabul Kahfi,
santri-santri kecil berlarian menuju kelas masing-masing setelah sholat dhuha dan
tahsin Al-qur an bersama-sama yang dipandu oleh Ami’ tercinta. Kelas pagi ini
diawali dengan pelajaran bahasa Inggris oleh Amah Wiam yang sudah menunggu
kedatangan santri-santrinya dari masjid. “Be Hurry Please”. Kata Amah Wiam
menyuruh santri-santrinya untuk masuk dengan cepat agar tak ada waktu terbuang.
Dimulailah pelajaran Bahasa Inggris. Dibuka dengan pertanyaan-pertannyaan
tentang kosa kata agar para santri tidak lupa dan selalu mempraktekkannya.
Meskipun banyak santri yang kesusahan dalam Bahasa Inggris mereka tetap
semangat ingin terus belajar. Tibalah pertanyaan untuk Khalid yang menyuruhny
untuk menterjemahkan ke bahasa Inggris. “ Khalid translate please, ‘Saya membeli
buku di toko bersama Wildan’. dengan santai Khalid bisa menjawab pertanyaan itu
meski agak susah dalam pengucapannya. Lalu pertanyaan kedua untuk Aida. “ Saya
melihat capung di belakang rumahku, translate please Aida”. Aida mengungkapkan
apa yang ia mengerti dari pertanyaan itu, ia pun menjawab “I see.......ehmmm
buterfly .....behind ... house ehhhh my house”. Jovan, salah seorang santri
asal Jawa barat ini tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Aida dengan teriak
ia berkata “ bukan buterply tapi dragonply” dengan dialek jawa baratnya yang
susah bilang ‘F’. Lalu melanjutkan tertawanya dan reflek teman-teman tertawa.
Amah Wiam melerai kericuhan kelas itu. Memang begitulah Jovan, sampai Amah Wiam
jengkel dengan sikapnya yang suka
mengejek teman yang belum bisa, dan menyuruhnya
menghafalkan mahfudzot “ Laa
tahtaqir man duunaka falikulli sai’in Maziyyah yang artinya janganlah engkau
mengejek orang lain karna setiap orang memiliki kelebihan”. Dan menempelkan di
lemarinya agar dia ingat dan tidak terbiasa menghina orang lain.
Aisyah yang sangat suka menghafal dan belajar
dengan riang . Meski ia masih terbata-bata dalam membaca Tilawathi. Dia sangat
cepat menghafal Qur an. Yang biasanya setiap harinya teman-temannya ditalaqqi
satu atau dua ayat sekali duduk. Aisyah bisa empat sampai lima ayat meski
sering lupanya dalam murajaah. Maka tak heran dalam waktu dua bulan saja Ia
hampir menyelesaikan jus tiga puluh.
Ternyata setelah ditanya oleh salah satu Ami jawabannya mencengangkan
“Aku minta Abang bacain lima kali, trus do’a sama Allah biar bisa cepet
hafalin” Masya Allah.... santri kecil ini sungguh luar biasa decak kagum Ami’
Juadi dalam hatinya.
Komentar
Posting Komentar