Serasa itu serasi

Serasa itu Serasi


Serasa itu menyatu dalam Visi, menggabungkan keduanya lalu menjadikannya kuat mengakar. Lalu serasi itu menggebu dalam Misi, mencanangkan keberhasilan dan mengukir kebahagiaan. Masih dalam kata serasa, ketika dua jiwa asing dipertemukan. Mengenal rytme yang mengalun riang. Memahami makna nada yang hilang, memperjuangankan getaran perdaban. Dan masih dalam kata serasi, yang hakikatnya tumbuh dari jiwa yang bersepakat saling memahami, dan saling memaklumi tanpa pernah berniat menyakiti atau pun mendustai.

Mengenali diri sebelum mengenali orang lain. Memahami bagaimana diri sebelum memutuskan memahami orang lain. Siapa kita?, bagaimana diri kita?, apa kelemahan kita?, apa tujuan hidup kita?. Ketika kita mengetahui hakikatnya diri kita maka kita akan mengerti siapa yang akan melengkapi kita. Seseorang yang boros tentunya ia memerlukan rem, bukan membutuhkan gas. Seperti ia yang pelit mebutuhkan gas,atau dongkrak pedorong untuk bersedekah. Kita yang memahami diri kita, dan kita yang memutuskan seperti apa yang kita butuhkan. Namanya keseimbangan, seperti api yang panas membutuhkan air yang dingin. Bagaimana jika kedua api itu bertemu, pastilah bencana bermulai. Seperti istri abu lahab yang suka mengompor-ngompori suaminya. Maka dari itu ia dikenal sebagai wanita yang membawa kayu bakar, kalau sekarang mungkin yang suka bawa kompor gas.

Kata kuncinya, manusia selalu membenci apa-apa yang ia tak ketahui, seperti terkadang ia membenci ketetapan Allah ketika diperintahkan berjuang di jalan-Nya yang sebenarnya baik untuk dirinya.  Jujur dengan diri sendiri akan memudahkan kita melalui tahap selanjutnnya. Tahap dimana adanya usaha untuk memahami orang lain. Mmengetahui mimpi-mimpinya, apa tujuannya, apa yang ia anggap penting dalam hidupnya. Perlu  kita bertanya pada diri sendiri, “Apakah aku pelengkap mimpi-mimpinya atau malah menghadangnya, apakah aku jembatan dari tujuannya atau malah penghancurnya?. Se-Misi  dan se-Visi kah?”. Karna kita adalah Tim, tim yang kecil mungkin dalam sebuah peradaban. Namun kondisinya adalah mejadikan Tim kecil ini arus kebaikan, atau saklar nilai-nilai keluhuran. Karna berjamaah itu dimulai dari sini. Menyatukan Misi kehidupan dan mengejawantahkan kebaikan.

Memilih. Langkah pertama dalam kehidupan. Siapapun dari kalangan manapun, akan mengalaminya.berusaha Memilih yang terbaik agar Allah ridho padanya. Ada rahasia kenapa dalam sebuah hadits tentang memilih pasangan itu  dimulai dari kecantikan/ketampanannya, lalu harta, kedudukan, nasabnya dan diakhiri dengan agamanya. Kenapa diakhir?. Urutan yang sempurna. Ketika kita bertanya tentang bagaimana fisiknya, lalu hartanya, kedudukan, nasabnya tidak menemukan ketertarikan namun ketika mengetahui agamanya kuat melekat kita memilihnya. Namun jika agama kita tanya didepan ternyata sangat kuat, namun yang lainnya tidak, lau kita menolaknya berati kita memilih dan menolak bukan karna agamanya hanya sebatas fisik  atau financialnya. Karna tolak ukur memilih atau menolak  seseorang dilihat dari agamanya, bukan dari yang lain.

Ada dua jenis keislaman seseorang, ia yang bersifat religius. Yaitu ia yang tekun dalam ibadah-ibadah mahdhohnya. Namun nilai-nilai islam tak mengalir dalam hidupnya. Islam hanyalah kepercayaan keaagaaman saja, ia tak menjadikan kehiidupannya dipenuhi oleh semua itu. Hanya sebatas bingkai rukun-rukkunnya saja tanpa menghayati maknanya dalam kehidupan sehari-hari. Adapun yang satunya ialah tingkat spiritualis, bukan hanya beribadah mahdhoh saja yang tekun dan kuat. Namun pribadinya adalah sebuah peradaban Islam. Penuh akan nilai-nilai keislaman. Ia tak pernah merasa sendirian, ia merasa Allah selalu bersamanya, membimbing langkahnya. Memngakar sampai jiwanya. Tak pernah ia mengharap keridhoan manusia, jika Ridho Allah ia tinggal. Bagaimana jika orang seperti inni yang ia pilih, kebahagiaan di dunia ia raih untuk membahagiakan orang, dan jika ia tidak bahagia menurut kacamat orang lain ditetap merasa bbahagia dan bersyukur dan senantiasa membahagiakan orang lain. Tingkat kebahagiaannya jauh ke depan , di negri asalnya. Tempat tinggal adam dan hawa. Ia memandang dunia terlalu kecil hingga ia rindu akan akhirat, mengimpikan akhirat dan dunia datang padanya dalam keaadaan hina.

Hati dan fikiran. Dua  organ yang dimana ia hadir sebelum cinta. Kenyamanan dalam hati, sejalanan dalam pikiran. Ketika seorang laki-laki datang pada ayah sang perempuan setidaknya ada dua hal yang ia teguhkan dalam istikhorohnya. Apakah ada kenyamanan dalam hati ataukah seirama dalam pemikiran. Seperti Al-Ayyub ayah sholahuddin al-ayubi menemukan kesamaan misi pada seorang gadis, ia merasa teguh karenanya. Hingga mimpinya nyata. Sholahudddin, sebuah nama yang tak ada yang tak mengenalinya. Lalu ketika Aisyah ra memberikan pilihan lain bagi Umar bin khattab yang sebelumnya berniat meminang saudaranya ummu kultsum bin abi bakar, tapi Aisyah tau tabiat keduanya berbeda, hingga dengan sebuah siasat ia mengarahkannya pada Ummu Kultsum bin ali bin abi thalib. Lebih seirama dalam pengajaran lebih tegas dan senada. Inilah kenyamanan dalam hati.

Tiga topik besar dalam pernikahan. Pertama, Al-Barakah Fii Zawaj, Menggali lapis-lapis keberkahan. Karna yang dicari adalah berkah. Sesuatu nilai-nilai kebahagiaan yang tak berlebel, karna sesungguhnya yang berlebel adalah murah. Semahal apapun perhiasan terlangka jika ia berlebel maka sejatinya ia murah. Perselingkuhan itu murah  karna ia berlebel, namun kesetiaan itu mahal. Rumah megah itu murah namun kedaiman dalam berkeluarga  adalah mahal. Seperti syurga yang nilainya sangat mahal namun dunia begitu murah sayangnya kita mudah terbuai olehnya.

Kedua, Al-Mahabbah vs Ma’ruf, rasa cinta dan kebaikan. Terkadang cinta itu diuji, ia bisa pasang, menggebu, dan menggelora. Namun terkadang ia surut tak bernyawa, garing  dan lapuk. Begitulah cinta dan sebab itulah Allah memerintahkan untuk berbuat ma’ruf, meski disaat cinta itu kaku dan kelu.

Al-Hubb vs As-Tsiqoh, cinta dan kepercayaan. Nilai sebuah kepercayaan itu lebih tinggi dari cinta, ,karna kita bisa mencintai siapa saja namun jarang percaya dengan siapa saja. Karna kepercayaan itu mahal, maka carilah ia yg bisa dipercaya bukan hanya yg bisa dicintai. Kesepakatan bernilai dari tingkat kepercayan. Bagaimana Bunda Hajar sangat yakin dengan kepercayaan pertolongan  Rabbnya. Bagaimana Ibrahim tertunduk pada perintah-Nya. Ia tak mengetahui apapun yang akan terjadi, namun ia percaya. Dan itu cukup untuknya.

#catatan kecil avnie suhayla

#Tasqif 4 “Serasa itu Serasi

 











Komentar

Postingan Populer