Ketika aku benar-benar rindu

Ketika aku benar-benar Rindu




Tak pernah aku merasakan rindu yang begitu menyesakkan. Rindu yang tak tau harus berhujung kemana, rindu yang tak ingin sama sekali terlepas. Rindu yang membawa kesebuah rasa bahagia. Entah dengan siapa aku harus menceritakan rindu ini. rindu itu baru bermula,  yaitu ketika aku mendengar sebuah cerita tentangnya dari  seorang ustdzah yang luar biasa , menjelaskan kisah tentangnya  di sela pelajaran, seketika  hatiku tersihir , ingin bertemu. Sungguh sangat rindu. Dengarkanlah.......  aku akan ceritakan padamu tentang ia yang menyihirku. 

                                                                                  .................

“Destinasi terindah yang tak pernah dikunjungi oleh siapapun yang masih tinggal di dunia ini. tempat yang tak ada keaadan lain selain kebahagian dan kecerian. Hingga terpancar dari wajah orang yang bersemayam didalamnya. Berseri-seri penuh dengan kebahagian, lalu tertawa penuh kenyamanan. Begitupun dengan hatinya. Tak ada rasa sedikit pun takut ataupun gelisah. Hatinya bersyukur penuh kekhushuan. Apakah engkau tau, perjalananmu menuju kesana mungkin sangat melelahkan. Tapi ketika engkau sampai maka engkau akan disambut dengan dua mata air. Mata air yang pertama untuk engkau minum. mata air yang kedua dengannya engkau akan mandi. Air yang mengalir deras dan tak ada sedikit pun kotoran dengan harum bak kasturi disetiap tetesnya,  dan sangat melegakan disetiap tegukannya. Di mata air yang kedua engkau akan mandi dengan air yang menyejukkan badan, menyegarkan dan mengharumkan serta membasuh tubuhmu hingga tak ada satupun kotoran dan debu, bahkan wajahmu akan berubah menjadi sangat cantik, kulit berubah menjadi cerah dan bersih. Rambutmu akan menjadi panjang dan sangat halus, dari sebelumnya engkau sangat kotor karna perjalananmu yang sangat jauh dan melelahkan. Apakah engkau tau dimanakah tempat itu?”.

Aku hanya terdiam mebayangkan kenikmatan yang masih diceritakan saja, aku belum pernah pergi ke tempat yang seindah itu. Mungkin gunung sudah banyak ku daki, negara-negara indah dengan wisatanya sudah kujelajahi. Namun tak ada yang seindah itu. Aku masih terdiam, terpana. Mengucapkan kata pun tak sangggup. Duhai! Tempat itu menakjubkanku. Lalu beliau melanjutkan ceritanya.

“Setelah  tubuhmu bersih, ada seseorang yang  mendatangimu, memberikanmu baju yang terbuat dari sutera murni, sangat pas dan indah untukmu, dengan  memakainya takkan pernah ada panas yang menyiksa dirimu, dan dingin yang mengganggumu. Pakaian itu begitu lentur dan sangat halus, seakan tak ada beban yang terpakai di tubuhmu. Lalu engkau akan berjalan menuju tempat yang disana engkau akan tinggal, istana yang megah dan sangat luas. Dengan keramik yang tembus pandang ,  kasur yang begitu empuk dengan permadani-permadani yang indah. Meskipun begitu luas. Takkan pernah engkau merasa lelah. Karnanya ada seribu pelayan  yang akan melayanimu di tempat yang sangat luas dan megah itu. Meraka melayanimu disetiap detiknya, tak cacat pada mereka, sungguh tampan dan cantiknya dengan senyuman yang sungguh menawan, dan matanya yang bersinar. Mereka  melayani segala kebutuhanmu. Hingga ketikae ngkau melihat mereka seperti engkau melihat intan-intan yang berterbangan”.

Hatiku bergetar mendengarnya, hingga air mata ini memaksa untuk keluar, berlari menuju tempat itu. Tak pernah aku menemui tempat itu, namun rasa rindu itu mendobrak perasaanku sendiri. Berapapun biayanya, akan aku usahakan. Seberapa pun lelahnya akan aku optimalkan untuk menuju tempat itu. Aku rindu tempat itu, sungguh aku benar-benar rindu.

“ lalu mereka datang padamu disaat hatimu baru  berdetik menginginkan sesuatu, ia bawakan padamu sebuah gelas, yang terbuat dari perak. Berbentuk seperti piala kecil yang pas untuk kau pegang, ia terbuat dari perak namun engkau bisa melihat air di dalamnya.  Yaaa ia kristal yang sangat cantik, tak pernah kau temukan gelas seperti itu sebelumnya. Sungguh cantik. Lalu engkau akan meminum air itu. Luar biasa. Air itu mempunyai cita rasa yang sempurna, setengah tetesan pertama air itu seperti dingin namun menyejukkan, dan menyegarkan. Dengan aroma yang sungguh tak terduga. Di setengah tetesan kedua, air itu berubah cita rasanya. Manis, namun menghangatkan, menemani rasa dingin ditetesan pertama. Hingga tetesan akhir engkau meminumnya. Matamu terpejam, sungguh nikmat, sungguh tak ada yang menandingi rasa air ini. Tercampur  namun  teratur. Engkau bisa meminta berapa pun yang kau mau. Tak ada batasan meminumnya sama sekali. Setelahnya  jika engkau ingin berbaring, kasur yang empuk tersedia untukmu, disana engkau bersandar dan melepas pandangan selapas-lepasnya. Tak ada pandangan yang menutupimu, dan tak ada yang menghalangimu. Jika tiba-tiba terdetik dalam hatimu sebuah kenikmatan lain, ada sesuatu yang ingin engkau makan, maka ranting-ranting pohon mendekatimu hingga ketika engkau bentangkan tanganmu dengan mudah engkau petik bagaimanapun kondisimu. Berbaring atau duduk atau pun berdiri. Ranting-ranting itu mendekatimu, memenuhi segala keinginanmu dengan buah apa pun yang engkau inginkan.”

Tak sanggup aku menahan tangisanku, aku benar-benar menginginkan tempat itu. Begitu rindu, dengan kenikmatan itu. Hingga beliau menceritakan segala kenikmatan-kenikmatan selanjutnya. Air mataku tumpah tercurah. Seperti rasanya sulit untuk menggapainya. Karna pasti ia butuh perjuangan untuk menuju ke tempat itu. Aku bertanya bagaimana cara menuju tempat itu dengan terbata-bata. ‘tolonglah,.... beritahu aku bagaimana  caranya’  bisikku dalam hati memaksa ingin berbicara. Dengan lembutnya beliau menjalaskan.

“ia dituju dengan perjalanan ujian dan cobaan yang keras. Hingga engkau akan terpilih karna ujian itu. Ketika hatimu benar-benar tunduk tanpa pernah menyombongkan diri. Hingga kepentinganmu adalah untuk membahagiakan orang lain, bukan untuk dirimu. Ketika engkau menyayangi saudaramu dan membahagiakan mereka tanpa minta sedikit pun ucapan terima kasih darinya. Karna pada saat itu yang engkau rasakan adalah ketakutan pada suatu hari yang sangat lelah, hari dimana wajah-wajah berubah menjadi sangat muram karna keganasannya. Yang engkau harap adalah hari bertemu dengan tempat terindah itu. Mengharapkan sebuah perizinan agar engkau bisa tinggal di tempat itu. Ketakutan akan hari keganasan, yang membuat tunduk pada pemilik tempat terindah dan pemilik hari terdasyat. Hingga hatimu bertransformasi, menjadi bening sebening mata air. HIngga jiwamu tertangguh, setangguh perisai baja.” 

“Hingga setiap langkahmu, adalah ibadahmu. Hingga semua ucapanmu berbuah pahala bagimu. Imanmu akan mengokoh karna kesabaran, keikhlasan , juga engkau ridho atas segala ujian dan musibah. Hatimu akan melembut karena kesyukuranmu dan kerendahan hatimu ketika badai kebahagian datang. Tak pernah ada pengkhianatan dalam amanah, juga dusta dalam kesalahanyang kau perbuat, juga dendam dalam hardikan dan cercaan. Jiwamu ikhlas karnanya.”

Aku mengerti dimana tempat itu, ia syurga yang dirindukan banyak orang tak hanya diriku. Aku mengerdil. Berpasrah menggapainya, apakah pantas seseorang sepeeti diriku berada di dalamnya. Namun beliau mengerti raut wajahku yang pasrah. Beliau menjelaskan,  “Dirindukan dalam lisan namun tak tahu dalam hati. Dirindukan dalam pengucapan namun hilang dalam perbuatan” kata-kata beliau menyadarkan bahwa sejatinya masih ada harapan. “Allah sudah berulang kali mengulang-ulang kenikmatan-kenikmatan syurga dan pedihnya neraka. Namun hamba-Nya belum berusaha. Bahkan belum memilih. Padahal sudah jelas mana yang seharusnya dipilih dan dihindarkan, tapi tak jua memilih. Apalagi berusaha. Seperti halnya jika engkau ingin mendapatkan nilai yang bagus dalam ujian, pasti engkau akan berusaha menggapainya. Begitu juga syurga dengan segala kenikmatannya. Bercita-citalah yang tinggi ... cita-citakanlah syurga tertinggi yang akan engkau dapatkan. Disana engkau akan bertemu Rasulullah, para sahabatnya , dan banyak orang yang bertaqwa. Disana akan ada telaga kautsar yang tak ada di syurga-syurga dibawahnya. Jika engkau berada di atas, dengan bebas engkau bisa berjalan ke syurga manapun. Namun ketika yang engkau dapatkan syurga yang dibawah takkan bisa engkau menggapai yang atas.”

Beliau melanjutkan dengan kata-katanya yang lembut namun tegas. “Bermimpilah kenikmatan-kenikmatan itu dekat padamu, hingga tipuan kenikmatan dunia seolah tak berarti apa-apa bagimu, bermimpilah untuk menggapai syurga tertinggi dann berlelahlah di dunia untuk mengejar tiketnya. Banyak ia yang menginginkannya namun bermalas dan berputus asa karna ujian dunia yang tak seberapa dan pasti akan berakhir. Seperti sebuah kain yang sebenarnya masih bisa engkau peras namun tak mau engkau lakukan, memerkan kelemahan dan enggan untuk berusaha mengoptimalkan, hingga diujung kesanggupan.”

“kejarlah nak, jika engkau benar- benar merindukannya. Hingga pada batas kesanggupanmu. Tanpa keluhan dan penuh pengharapan” beliau mengakhiri ucapannya dengan suara yang lebih pelan dari yang awal, dengan mata yang berkaca. Di akhir ucapanya sebelum meninggalkan kelas sedikit ia menjelaskan. “Beginilah tafsir menjelaskan detail kenikmatan syurga yang tak bisa diartikan dengan terjemahan mana pun. Dengan  tafsir......... , kita bisa membangun iman yang mulai rontok, dengan mentadaburri ayat-ayat cinta-Nya. Bukan hanya dengan terjemahan yang kurang memberikan makna yang sempurna dari maksud ayat Allah yang sebenarnya, karna ia diterjemahkan sesuai kesanggupan manusia.”

Salam diiringi senyuman manis beliau meninggalkan kelas. Terlihat senyumannya terpancar keikhlasan. Penjelasannya memberikan penyadaran. Bukan hanya dengan lisan namun jua terlihat di hati. Memberikan rasa rindu yang tak bersudah. Rindu ini benar-benar nyata. Yaaa.... meski dengan lelah dan berdarah-darah.

#kisah dari seorang sahabat

Avnie suhayla 

 

  

 

 

Komentar

Postingan Populer