Aku benci Demo

Dari “Aku Benci Demo” menjadi “ Aku tau kenapa harus demo”

Ingin cerita sesuatu  yang masih mengganjal di hati, bahkan setelah pelajaran berharga terlewati. Brigade Camp 2 di Pondok Ayem Tentrem Sawangan Depok telah memberikan kenangan yang sungguh berarti. Camping ala pendaki gunung dengan aktifitas bak pasukan Khusus anggota TNI. Yang dilatih fisik, mental, akalnya serta ruuhnya. Agar kuat berada pada jalan dakwah yang sangat terjal, penuh onak duri. Penuh kesakitan dan juga kedzaliman pastinya. Pertanyaan itu masih terngiang-ngiang sampai di titik terkhir kepayahan, menjinjing tas gunung yang super berat hingga sampai di kos tercinta. Hingga lelah tak sadarkan diri dalam tidur panjang dan terpulaskan.

Saya masih memikirkan pertanyaan itu. Benar-benar tak  menyangkan jika akan berada dalam sebuah barisan perjalanan menuju pasukan khusus aksi KAMMI yang menyuarakan kebenaran dan menindak kekejaman para politikus yang suka menindas. Yaa,...  memang sangat membuat gregget jika melihat para tikus-tikus juga kodok-kodok itu berkeliaran merusak kebanggan perjuangan Indonesia. Namun selalu tak bisa melakukan apa-apa hanya membatin dan mengumpulkan segenap do’a agar mereka terbuka hatinya dan mendapat hidayah-Nya. Pertanyaan itu masih berkobar, kenapa aku harus ikut demo? Apa benar harus yang sedemikian itu?. Apa ada pengaruhnya untuk perjuangan peradaban negara ini?. apa akan lebih baik jika nantinya dengan demo? Bukankah kita mahasiswa seharusnya menuntaskan pelajaran?. Bukankah yang dibuthkan saat ini adalah seorang ulama dan ilmuan yang akan membenarkan sistem kepolitikan negara?. Baiklah,.... jangan langsung menjudge saya karena pertanyaan-pertanyaan ini, karena saya punya alasannya. Dan terkadang seseorang akan lebih kuat dalam perjuangannya jika iya benar-benar tau alasannya kenapa ia melakukan itu dan benar-benar yakin atas tujuan akhirnya. Karena itu akan menjadi motivasi terbesar dalam diri seseorang. Yaitu motivasi yang hadir dari dalam dirinya sendiri bukan karena orang lain.

Memang demo itu terlihat sungguh anarikis mungkin, kejadian-kejadian di TV tentang prahara demo. Mungkin mengerikan menurut saya. Dan untuk para orang tua pastinya sangat mengkhawatirkan keadaan anaknya yang jauh dalam tujuan mencari ilmu malah ikut-kutan demo. Tapi itulah tugas orang tua  yang selalu menampakkan kasih sayangnya. Jujur ..... sebenarnya saya juga tak suka dengan demo. Karena sepengetahuan saya demo tak menyelesaikan masalah, dan permaslahan umat tak segampang menyusun barisan demo. Sholahuddin Al-Ayubi tak lahir dari orator-orator ulung pada masanya yang kritis. Muhammad Al-Fatih tak lahir juga karena itu.  Mereka hadir karena pada saat itu ada sebuah masa kebangkitan keilmuan yang telah lama ditinggalkan. Masa kesadaran dimana dalam status siaga satu peperangan keilmuan tetaplah berkembang, bahkan keulamaan perempuan berkembang pesat. Menurut imam Gozali rusaknya umat karena rusaknya para pemimpin dan rusaknya  para pemimpin disebabkan karena rusaknya para ulama. Jadi intinya kerusakan umat itu terlahir karena tak ada tradisi keilmuan yang merajalela. Pendidikan hanyalah dijadikan sarana untuk  mendapat kedudukan. Begitukah???. Kurasa ini alasan saya jika saya tak menyukai demo. Masuk akal bukan?.

Namun hati saya tak pernah membenarkan alasan ketidaksetujuan saya. Meski akal bolak-balik mengukuhkan pendapat saya yang dibilang mungkin masih sangat kurang dalam memahami hikmah-hikmah dalam konteks sejarah Islam. Yaaa..... saya belum memahami semuanya dengan benar. Namun alasan-alasan yang saya minta belum menjebak tekad untuk kukuh dan tegar dalam perjuangan dakwah ini. “Ya Rabb.... beri aku alasan itu?. Apa aku harus berhenti di jalan perjuangan yang belum di mulai ini?. jika egkau ridho aku melakukannya dengan  sepenuh hatiku maka tunjukan alasannya, kumohon Ya Rabb”.

Saya buka kalam-Nya dalam keadaan masih gelisah dan tak bersudah. Takut melangkahkan langkah yang terpapah. Kubaca namun tak kuresapi maknanya. Hanya sebatas bacaan tanpa ruh. Sungguh cacat iman ini. Namun terus dibaca. Entah ketika saya baca ayat ini saya terdiam, membayangkan maknanya dan tujuannya. Makna dibeberapa ayat-ayat ini. Saya rasa ini jawabannya. Dan saya menemukan alasan itu. Sungguh kuat tertancap dalam hati. Mungkin teman-teman juga pernah merasakan ketika berada dalam keadaan gelap lalu terdapat cahaya terang, pastinya akan berlari  mengejarnya. Seperti itulah rasanya. Sungguh dalam. Dan entah  tekad yang semula membeku tiba-tiba berlahar. Keyakinan yang semula kaku entahlah kenapa bisa menjadi peluru. Ketika baru saya pahami menjalani hidup adalah  sebuah perebuatan dan perlombaan. Berebut untuk menjadi hamba yang dicintai-Nya atau berlomba untuk lebih cepat menuju syurga-Nya.

Wahai orang-orang yang beriman maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkanmu dari adzab yang pedih?

Yaitu kamu yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.

Niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam syurga ‘Adn . itulah kemenagan yang agung.

Dan ada lagi karunia yang lain yang kamu sukai yaitu pertolongan Allah dan kemengan yang dekat(waktunya). Dan sampaikanlah  berita gembira kepada orang-orang mukmin.

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah penolong-penolong agama Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepad pengikut-pengikutnya yang setia ......................

( As-Saff 10-14)

Yaa.... mungkin permasalahan umat takkan selesai karena demo. Selamanya tidak, namun setidaknya Allah sangat mengerti  bahwa jelas kita memilih jalan kebenarannya. Dengan menyuarakan kebenaran itu. Teguh berada dalam barisannya. Tegas membela keadilan-Nya. Meski ceritanya nanti akan menjadi Daud yang mengalahkan kekejaman Jalut, atau seperti semut yang membantu Ibrahim dalam Api yang membakar.

Komentar

Postingan Populer