Metodologi Studi Islam ( kebutuhan manusia terhadap agama)




 

B. Kebutuhan Manusia terhadap agama

 

Sesungguhnya kebutuhan manusia terhadap agama merupakan kebutuhan yang dasar/primer. Pasalnya adanya hubungan yang erat antara agama dengan substansi kehidupan manusia, misteri alam wujud juga tekait dengan hati nurani manusia yang terdalam. 

Prof. Dr. H. Abuddin Nata dalam metodologi Studi Islam  menjelaskan latar belakang perlunya  manusia terhadap agama ada tiga: (1) Fitrah Manusia (2) Kelemahan dan Kekurangan Manusia (3) Tantangan Manusia. Namun kami akan menjabarkan kebutuhan manusia terhadap agama yang kami ambil dari buku karya Dr. Yusuf Al-Qardhawy “Pengantar Kajian Islam”. Karna menurut pendapat kami beliau lebih merinci dan jelas. Maka akan kami uraikan penjelasan beliau dengan singkat sebagai  berikut:

1. Kebutuhan Akal Terhadap Pengetahuan Mengenai Hakikat Eksistensi Terbesar

Kebutuhan ini awal mulanya tumbuh dari pikiran-pikaran yang sibuk bertanya terhadap diri sendiri, dari manakah diriku berasal dan bagaimanakah aku bisa ada disini. Pertanyaan-pertanyaan ini selalu dalam benak jiwa manusia sejak awal pertumbuhannya sampai masa-masa perkembangannya. Lalu pertanyaan-pertanyaan itu berkembang menjadi apa tujuan penciptaanku ini? hingga pertanyaan-pertanyaan lain mulai muncul. Apakah gerangan setelah kehidupan ini?, apakah kematian memutuskan segalanya? ataukah akan ada kehidupan selanjutnya?. Akal selalu meminta jawaban-jawaban dan tak pernah puas akan hal itu. Hingga ia bertanya pada dirinya sendiri, siapakah yang menciptakanku dan Alam semesta yang luas ini? siapakah Dia? bagaimanakah?. Hinggga akal pikiran haus mendengar ucapan pertanyaan itu. 

 

Disinilah agama menjelaskan semuanya, menjelaskan ke-eksistensian-nya di dunia, dari apa lalu bagaimana seseorang hidup. Al-Qur’an menjelaskannya dengan sangat detail dengan semua pertanyaan-pertanyaan itu. Menyembuhkan akal pikrannya dengan mentuntaskan segala keresahannya. Dalam Q.S. Al-Murshalat menjelaskan “Bukankah Kami menciptakanmu dari air yang hina? Kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim), sampai hari yang ditangguhkan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka kamilah sebaik-baik yang menentukan”. Dalam surat Az-Dzariyat dijelaskan tentang tujuan diciptakannya manusia “Tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk menyembahku”.

 

Agama Islam menjawab segala pertanyaan-pertanyaan itu dengan tidak bertabrak akal  naluri manusia. Hingga Taat dan mengikuti ajarannya. Umar bin Abdul Aziz mengatakan tentang  pemikirannya terhadap dunia: “Sesungguhnya kita diciptakan untuk abadi, hanya saja kita berpindah-pindah dari satu negri ke negri yang lain” hal ini beliau ucapkan karena sesungguhnya ia tlah mengerti hakikat dan tujuan kehidupan. Sungguh sangat malang sekali bagi ia yang hidup dalam kebimbangan dan keragu-raguan. Tak ada arah tujuan hingga terjerumus dalam ketidakberagamaan.  Betapa pun hidupnya di kelilingi oleh emas dan permata, pakaian dan tempat tinggal mewah, jika ia tak tahu hakikat sebenarnya. 

 

Sesungguhnya kebutuhan manusia terhadap agama –sebelum segalanya- adalah timbul dari rasa kebutuhannya terhadap pengetahuan mengenai hakikat dirinya dan hakikat eksistensi terbesar yaitu Allah Subhanahu wa Ta‘ala keesaan dan kesempurnaan-Nya. Dengan mengenal Allah dan dirinya serta berada dalam hukum syariat-Nya, maka hilanglah keruwetan hidupnya, akan menjadi jelas konsep serta tujuan hidupnya.

 

2. Kebutuhan Fitrah Manusia 

Selain akal, manusia terdiri dari fitrah, yaitu fitrahnya untuk beragama. Karena manusia tidak akan pernah puas dengan ilmu pengetahuannya, kehausan nurani dan kekosongan jiwanya takkan pernah digantikan dengan yang lainnya. Itulah fitrah yang dimana seseorang takkan bisa tanpanya. Seorang Filosouf Saint Augustin dalam bukunya Filsafat Agama mengatakan : “ Mengapa aku beragama” Sesungguhnya aku belum pernah sama sekali pun menggerakkan bibirku dengan pertanyaan ini kecuali aku melihat diriku tergiring untuk menjawabnya dengan jawaban ini yaitu: Aku beragama karena aku tidak dapat menentang hal itu, karena hidup beragama adalah sesuatu yang lazim secara moril termasuk di antara kelaziman pribadi”

 

Maka tidak heran jika di seluruh peradabanan manapun pastilah ada keyakinan yang dianut di setiap daerahnya. Meski tersesat ke jalan yang tak lurus. Sejarawan Yunani (Grecian/Greek) Blue Tark mengatakan: “Aku telah menemukan dalam sejarah, sebuah kota tanpa benteng, sebuah kota tanpa Istana, dan sebuah kota tanpa sekolah, tetapi saya belum pernah menemukan sebuah kota tanpa tempat ibadah”

 

Al-Qur’an menjelaskan tentang fitrah beragama ini dalam surat Ar-Ruum: 30

فاقم وجهك للدين حنيفاز فطرة الله التي فطر الناس عليها لاتبديل لخلق الله ذلك الدين القيم و لكن أكثر الناس لا يعلمون 

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), tetaplah atas Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah; itulah agama yang lurus  tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”

 

3. Kebutuhan Manusia Terhadap Kesehatan Jiwa Dan Kekuatan Rohani

Hidup tak selamanya penuh kegembiraan. Jalan yang dahulunya terlihat lurus ternyata di setiap lintasannya menghadang tikungan yang tajam, jurang yang curam dan gunung pembatas yang menjulang. Kesengsaran, ujian dan tantangan yang dilewati mansuia memberitahukannya bahwa manusia membutuhkan tempat untuk bergantung dan berserah. Kekuatan rohani bersumber dari tingkat keimanan seseorang. Agamalah yang mengajarkan manusia untuk tetap kuat, dan sabar menghadapi segala cobaan. Keyakinan tentang adanya pahala dan balasan syurga yang dijanjikan, juga kehidupan yang hanyalah sementara. Dengan adanya ketenangan hati dan hiburan yang membesarkan harapan dan citanya yang tak bisa diwakilkan dengan ilmu pengetahuan, filsafat, harta, anak, bahkan kerajaan bertahtakan singgasana.

 

Arnold Toynbee seorang sejarawan dan filosouf mengatakan: “Agama merupakan salah satu potensi esensi manusia yang alami, dan cukuplah kita katakan bahwa kebutuhan seseorang terhadap agama karena dorongan kondisi keputusasaan rohani yang memaksanya untuk mencari pelipur lara dari agama untuk menghadapi sebuah bencana yang tidak dapat diatasinya sendiri.”  

 

Banyak para psikiater, terapis, konsultan ataupun dokter jiwa  berkomentar tentang masalah ini salah satunya adalah William James “Sesungguhnya terapi terbesar bagi stress –tidak diragukan lagi- adalah iman”. Dale Carnegie dalam bukunya Tinggalkanlah Stress dan Mulailah Hidup Baru mengatakan: “ Sesungguhnya para dokter jiwa mengetahui bahwa iman yang kuat dan berpegang teguh pada agama merupakan jaminan untuk mengalahkan stress dan ketegangan syaraf serta menyembuhkan penyakit-penyakit ini.”

4. Kebutuhan Masyarakat Terhadap Motivasi Dan Disiplin Akhlak

Ada kebutuhan lain terhadap agama dari segi aspek sosiologis. Pada dasarnya masyarakat membutuhkan agama karena kebutuhan mereka terhadap motivasi dan disiplin; yaitu masyarakat yang berlomba-lomba melakukan kebaikan serta menunaikan kewajibannya tanpa adanya control  dari orang lain ataupun ada yang memberi imbalan terhadap mereka.

 

Tidaklah benar bahwa peraturan dan hukum membatasi tindak kriminal suatu masyarakat karena pasti ada rasa aman kembali setelah berhasil keluar atau selamat dari jeratan hukuman. Gerakan agama masuk ke dalam sanubari manusia, mengatur segala tindakan-tindakannya, memicu rasa takut dan khawatir jika melakukan kesalahan adalah merupakan tembok sebuah kedisiplinan.  

 

Oleh karena itu dibutuhkannya  keimanan untuk menjaga kelangsungan hidup, karena agama bekerja secara internal bukanlah eksternal. hingga Plutarch mengataka: “Sesungguhnya sebuah kota yang berdiri tanpa teritorial tanah sebagai tempat berdirinya adalah lebih gampang dari pada berdirinya sebuah negara tanpa keyakinan  terhadap Tuhan”. Seperti Israel yang tanpa tanah menyerebot Palestina dengan sebuah keyakinan Yahudi yang kuat menurut mereka. Maka tak heran peperangan di atas agama adalah puncaknya peperangan. 

 

5. Kebutuhan Masyarakat Terhadap Solidaritas Dan Soliditas 

Agama sesungguhnya memiliki peranan penting bagi masyarakat dalam mengeratkan hubungan  antar manusia satu sama lain, dan memberikan batasan serta hak juga kewajiban. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang bersinergi dengan orang lain. Agamalah yang menjelaskan tentang hubungan itu. 

 

Selaras dengan pendapat Prof. Dr.Muhammad Abdullah Darraz dalam bukunya  yang berbobot Ad-Din mengatakan: “Tidak perlu bagi kita untuk mengingatkan bahwa kehidupan sosial tidak akan tegak kecuali dengan adanya solidaritas yang terjadi di antara anggotanya, dan bahwa solidaritas ini hanya akan terlaksana dengan hukum yang mengatur hubungan-hubungannya, membatasi hak dan kewajiban, dan  bahwa hukum ini membutuhkan kekuasaan yang memiliki otoritas dan wewenang, yang menjamin kewibawaan hukum dan mencegah penodaan citranya.”

 

Banyak para ilmuan yang memandang sudah cukuplah Ilmu pengetahuan yang melahirkan hukum-hukum serta undang-undang. Namun tidaklah bisa menjalin harmonisasi masyarakat yang lekat tanpa adanya kontrol oral yang bersumber dari agama. 

 

Kesimpulan :

Agama adalah kebutuhan primer yang dibutuhkan oleh manusia, yang bersifat mengikat, mengatur jalan hidup manusia menuju pada sebuah kebenaran dan keyakinan hakiki tentang eksistensi Dzat Yang Maha Suci dengan penuh ketundukan. Sebuah fitrah manusia bahwa setiap manusia membutuhkan agama, karena disitulah kekuatan rohani, semangat untuk bersinergi, bertumbuhnya harapan, juga sebagai control moral yang tak bisa digantikan oleh apapun. Sekali pun hukum dan undang-undang dengan teori apapun. 

 

Komentar

Postingan Populer