Jangan izinkan lisanku menyakitinya Yaa Rabb......

 

Jangan izinkan lisanku menyakitinya Yaa Rabb..............

Sudah bertahun-tahun kita tlah hidup. Dan telah banyak nikmat-Nya  yang tlah Dia berikan pada kita. Terkadang nikmat itu tak kita jaga dengan baik.  Sehingga apa yang sesungguhnya membawa kita pada ridho-Nya berbalas mendapaat amarah-Nya.  Manusia diciptakan dengan dua mata, dua telinga, dua kaki, dua tangan namun Allah hanya menciptakan satu mulut saja, dan satu lidah saja. Lisan yang Allah cipta hanya satu ini terkadang berbuah api neraka. Bagaimana bisa? Tentu bisa ketika apa yang diberi pada kita untuk menempuh jalan kebaikan berbelok menjadi jalan keburukan. Lisan yang terkunci dengan dua bibir  sering tak terkendali, tanpa kesadaran ia tlah banyak menyakiti perasaan orang lain,  menimbulkan permusuhan, kesalahpahaman, bahkan kemurkaan-Nya. 

Lisan ini tlah banyak berbicara, ia terlalu sibuk mencela, menyakiti, mempelopori kejahatan, atau mengambil hak-hak orang lain. Sibuk dengan perkataan yang tidak penting, merampas waktu hidup, menggerogoti amal kebaikan, membisiki kelengahan. “Apa yang tlah kau perbuat wahai  lisanku?, tak takutkah engkau ketika ia bersaksi pada Allah dalam  sidang Hisab di akhirat nanti. Apa yang bisa kau elakkan?, apa yang bisa kau sanggah nanti/, ketika ia memberi seluruh kesaksian pada Allah dengan sangat  rinci, bisakah kau banyak berbicara kala itu?. Tidak , kau hanya bisa mencela perbuatan lisanmu, lantas menyesali dan berfikir ‘andai aku di balikkan kemali dalam kehidupan dunia aku pasti akan beramal sholeh dan menjaga lisan ini’. tapi sungguh kau takkan bisa melakukannya.

“Kawan,.... maafkan lisanku yang lancang. Yang sering menyakitimu tanpa kusadari. Bahkan tanpa kusadari  lisan ini pernah berbicara seperti itu padamu. Sudah ku cegah dia, namun tetap  ia berkata seperti itu. Maafkan lisanku yang lancang itu, ia sedang belajar bagaimana menjaganya. benar..... ia sedang belajar untuk menyadari manakah yang patut dan tak patut tuk diucapkan. Yang kuinginkan hanya agar lisan ini berkata seperlunya saja, yang  kuanggap bermanfaat untuk dirimu dan diriku. Namun rupanya ia banyak melakukan kesalahan, hingga ia terkesan menggurui tanpa kasih, mengomentari tanpa peduli pada perih. Maafkan lisanku, ia perlu banyak belajar dalam menyampaikan hakikat kebenaran”.

“Ya Rabb..... ku mohon jaga lisanku ini, jangan izinkan ia menyakiti siapapun. Dengan alasan apapun.  Ajari ia makna kebaikan dan kasih sayang dalam bertutur, seperti apa yang Engkau ajarkan pada Rasulullah. Ketika umatnya di Thaif  menyakitinya, atau ketika seorang buta tak melihat kebaikannya. Yaa Rabb.... ku mohon jangan izinkan lisan ini menyakiti siapapun. Meski kadang tak ada rasa untuk melakukannya, terpancing kata untuk memberikan luka, mengungkapkan nasihat yang teryata sia-sia, karena  pada dasarnya ucapan itu tak tepat pada kondisinya”.

“Banyak hamba-Mu yang terhukum karena lisan, jangan jadikan aku seseorang dari hamba-Mu itu -ku mohon-, jaga lisan ini Ya Allah, tidakkah semua kebaikan terlahir dari nikmat-Mu. Banyak juga hamba-Mu  yang terbuai dalam pembicaraan hampa dan sia-sia, jangan jadikan aku seseorang dari hamba-Mu itu –ku mohon- jaga lisan ini Ya Allah , bukankah penjagaanmu meliputi apapun”. 

“Allahumma inni a’udzubika min Syarri maa ‘amiltu, wa min syarri maa lam a’mal ( Ya Allah aku berlindung padamu dari kejahatan apa-apa yang tlah kuperbuat, dan dari kejahatan apa yang belum kuperbuat). Ya Rabb jadikanlah di dalam hati ku cahaya, juga dalam ucapanku, pendengaranku,  dan penglihatanku, agar ia terjaga oleh Mu. Bukankah  seseorang yang berjalan dengan cahaya akan mengerti jalan-Nya dari pada orang yang berjalan di tengah kegelapan. Jika Engkau menganugrahkan perjalan yang masih panjang padaku, jangan izinkan lisanku menutup cahaya-Mu”. 

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang ia perbuat, maka sungguh, mereka tlah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” ( Al-Ahzab :58), begitulah ancaman Allah pada hambanya yang menyakiti orang lain. –sadarlah wahai diri bahwa dirimu dihadapkan pada sebuah kenyataan dosa yang kau pikul-. Namun rahmat dan kasiih sayang-Nya sangatlah luas, dan sebaik-baik seseorang yang berbuat salah adalah orang-orang yang bertaubat dan kembali meminta ampunan-Nya. 

Ingatkah kita ketika Abu Dzar seorang sahabat Nabi yang sangat zuhud itu tak sengaja  menghina Bilal dengan berkata ‘wahai anak budak hitam’. Saat itu Rasulullah langsung menegurnya dan Abu Dzar pun segera meminta maaf menyadari kesalahannya, serta meminta bilal untuk menginjak kepalanya meminta maaf atas khilafnya. Namun bilal memafkannya dan takkan tega menginjak kepalanya. Kira-kira begitulah seharusnya kita yang dengan cepat menyadari kesalahan dan peka terhadap kelalaian. Manusia memang tempai kesalahan, namun seorang muslim yang kokoh imannya, bersih hatinya, kuat azzamnya. Akan segera  mendaftar dalam golongan orang-orang yang menjadikan hari-harinya penuh dengan  permohon ampun pada-Nya atas dosa-dosa yang tak sadar ia lakukan. 

Kita tak semulia para sahabat, bahkan jauh dibelakangnya. Namun kita mencintai mereka dan ingin selalu mengikuti jejak-jejaknya. Sabda Rasul ini menenangkan hati kita “ Engkau bersama seseorang yang engkau cintai”.

Ingatlah wahai lisan! Camkan itu wahai diri !. Jaga lisanmu dengan menjaga hati mu. Kuat dan eratkan kedekatanmu pada Tuhanmu, juga kecintaanmu pada saudara mu. Raih cahaya-Nya menerangi setiap rongga kehidupanmu.

Avnie suhayla  

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer