Islam Menyejarahi Semangat Juang Kemerdekaan

Islam Menyejarahi Semangat Juang Kemerdekaan


Indonesia adalah Negri yang indah. Sepenggal syurga Allah SWT karuniakan untuk Negri Zamrud Khatulistiwa ini. Hingga tak heran jika dari dahulu Indonesia adalah sebuah negri yang diidamkan, dicari-cari oleh banyak orang dari berbagai negara untuk dinikmati juga hasil alam yang melimpah ruah, salah satunya adalah rempah-rempah. 

Ketika Agus Salim diundang dalam sebuah jamuan saat pelantikan Ratu Elizabeth. Seseorang berkebangsaan Inggris menyanjung rokok cengkih yang harumnya sungguh luar biasa. Dan jawaban Agus Salim yang tegas mengejutkan Bangsawan itu.

 “Yaaa memang harum, bukankah inilah yang menarik nenek moyang bangsa tuan untuk mengarungi lautan dan menjelajah negri-negri kami sekian ratus tahun yang lalu. Keharuman bau inilah yang telah membuat sejarah suka-duka perhubungan bangsa kami dengan bangsa tuan berabad-abad lamanya”. 

Sedikit penggalan cerita tentang ketertarikan Bangsa Eropa merampas kekayaan alam Indonesia dalam buku Sejarah Umat Islam karya Prof.Dr.Hamka.

Proses Islamisasi telah berjalan lama sebelum datangnya Portugis dan Belanda. Cikal bakal berkembangnya Islam dirintis pada periode abad 1-5 H/ 7-8 M meski masih tenggelam dengan kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang meluas kiprahnya. Islam mewarnai Nusantara dengan suasana perdamaian, melalui perdagangan, perkawinan, dan muamalah yang baik, Islam di kenal dan mulai menyebar seiring dengan berkuranganya eksistensi Kerajaan Hindu Budha di Indonesia.

Lalu Berkembanglah Islam pada abad ke 9 M di lihat dari keterlibatan Umat Islam terhadap Politik yaitu ketika umat Islam ikut dalam pemberontakan terhadap kekuasaan T’ang bersama petani-petani cina. Setelah kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran karena ada usaha-usaha dari Kerajaan Singasari, dan Kerjaan Singasari mengalami krisis Internal Kerajaan, menjadikan peradaban Islam mencuat dengan sendirinya, diperkuat dengan proses Islamisasi yang sudah berjalan lama dari abad 7-8 M. Kerajaan-kerajaan Islam tampil di Semenanjung Nusantara. Pemukiman Muslim yang banyak muncul di kota-kota pesisir menjadi salah satu tongkat penguat perdagangan, perpolitikan dan kebudayaan yang mewarnai kebudayaan pribumi kala itu.

Kedatangan  Portugis dan Belanda yang mulainya ingin mengembangkan perdagangannya lambat laun memunculkan sifat aslinya. Ingin menguasai dengan sistem monopoli. Terlebih dengan aturan-aturan yang banyak dipaksakan dan kerugian besar dari pihak pribumi. Munculah sikap-sikap patriotis para Sultan untuk menghadapi kolonialisme yang sudah banyak merugikan rakyat Indonesia. Di mulai dari  serangan kecil hingga serangan-serangan besar yang menjadikan semangat jihad fii sabilillah sebagai tonggaknya.  Perang Padri di Minangkabau, Perang Diponegoro di Jawa, Perang Banjarmasin di Kalimantan,  dan Perang Aceh merupakan perang-perang terbesar dengan semangat keislaman untuk terbebas dari penjajahan kolonialisme yang sangat semena-mena. Berhasil menguras kekuatan Belanda dan memberikan kerugian besar terhadap mereka hingga siasat licik mereka gunakan untuk membendung semangat jihad ini.

Pangeran Diponegoro yang dinobatkan sebagai Pemimpin tertinggi di Tanah Jawa dengan gelar Sultan NgabdulHamid Herucakra Kabirul Mukminin Khalifatullah Ing Tanah Jawa ini memiliki prinsip tegas dalam memerangi Belanda. Yaitu: pertama, untuk mencapai  cita-cita luhur mendirikan masyarakat yang bersendikan Islam; kedua, mengembalikan keluhuran yang bersih dari pengaruh Barat. Tekad yang luhur itu memantapkan hati para pendukungnya dan juga para Kyai untuk membangun semangat Jihad fii Sabilillah. 

Mari belajar dari sejarah. Sebuah taktik perdagangan di awal datangnya portugis dan Belanda mengunjungi Indonesia. Ketika Asing sangat tertarik dengan rempah-rempah Indonesia sebagai bahan pokok yang di cari di Eropa. Mulailah jual-beli antara keduanya. Disaat rakyat Indonesia mulai nyaman dengan sebuah hasil perdagangan dengan pihak Belanda, nyaman dengan ketergantungan dan budaya yang di bawa. Hidup karena dihidupi dengan keuntungan perdangangan, lalu lengah dalam kenyamanan. Ketergantungan terhadap pihak Asing yang mulai menggerogoti pertahanan Bangsa.

Belanda perlahan membuat pertahanan, dan mencoba menguasai seperti ketika Belanda membuat benteng di Batavia dan Raja Jakarta tak kuasa menolak adanya benteng itu. Saat terjadi banyak masalah dan terlihat adanya pemberontakan, terlihatlah siapa yanng berada pada garda terdepan yang senantiasa memberikan kewaspadaan dan mengarahkan kekuatan untuk bertahan. Mengobarkan semangat jihad demi mempertahankan tanah air mereka.  Dengan sebuah pengorbanan yang di dasari oleh iman. 

Saat itu nasionalisme memang belum ada, karna masih dalam kondisi mempertahankan  wilayah yang dijajah di masing-masing daerah. Namun merekalah yang memulainya. Pada abad ke tujuh belas. Sejarah kepahlawanan Muslimin Indonesia menjelaskan bahwa Pahlawan yang memulai rasa nasionalisme adalah Sultan-Sultan dan pemuka agama dari setiap daerah masing-masing, seperti Sultan Agung Mataram, Sultan Iskandar Muda, Sultan Hasanuddin Makasar, Sultan Ageng Tirtayasa Banten, dan yang lainnya. 

Perjuangan itu tetap dilanjutkan. Dengan rasa yang sama pada generasi selanjutnya. Para Ulama–Ulama besar Indonesia mewariskan semangat jihad itu pada murid-muridnya. Hingga zaman Pra kemerdekaan Indonesia. Seperti perjuangan Kyai Hasyim As’ariy yang berjuang dengan tegas melawan penjajahan Belanda juga Jepang meski ditangkap karena dituduh sebagai dalang rusuh, Ia tetap dalam prinsipnya dan tak menghiraukan ancaman yang ada.

Ketika Indonesia tlah memproklamirkan kemerdekaanya Belanda agaknya tak rela dan terus mencoba untuk masuk dalam kekuasaan ini dan masih tak mengakui kemerdekaan Indonesia. Rupaya Sekutu sangat berbangga diri dengan kemenangan di Perang Dunia II bahkan Sang Proklamator pun merasa lemah untuk melawan Penjajah. Maka ketika Rasa kemerdekaan diusik Kiyai Hasyim Asy’ari mengeluarkan Fatwa Jihadnya: 

1. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada tangggal 17 Agustus wajib dipertahankan.

2. Republik Indonesia, sebagai satu-satunya pemerintah yang sah, harus dijaga dan ditolong.

3. Musuh Republik Indonesia yaitu Belanda yang kembali ke Indonesia dengan bantuan sekutu (Inggris) pasti akan menggunakan cara-cara politik militer untuk menjajah kembali Indonesia.

4. Umat Islam, terutama anggota Nu, harus mengangkat senjata melawan Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kembali.

5. Kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim dalam radius 94 kilometer, sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu secara material terhadap mereka yang berjuang. Tegas Kyai Hasyim Asy’ari pada sebuah pertemuan Ulama yang di gelar pada awal November 1945.

Fatwa jihad inilah yang mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat. Mengilhami adanya sebuah perjuangan pasca kemerdekaan pada tanggal 10 November di Surabaya. Kekuatan Fatwa Jihad inilah yang mendukung Bung tomo tetap maju mempertahankan Indonesia dengan suaranya yang lantang ia meneriakkan di corong Radio: 

“Saudara-Saudara, Allahu Akbar!! Semboyan kita tetap merdeka atau mati, dan kita yakin saudara-saudara, pada akhirnya kemenangan akan jatuh pada kita sebab Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara Tuhan akan melindungi kita sekalian”

“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar! MERDEKA!” .

Perang Terhebat dan melelahkan yang di hadapi Sekutu saat itu. Padahal kemenangannya di PD II membuat setiap Negara enggan berurusan dengan Negara terkuat saat itu. Hanya rakyat Indonesia yang berani menantang Sekutu tersebut. Tentunya ketika melihat konteks di atas kita tahu apa yang membuat keberanian itu timbul dengan gagahnya. Yaitu rasa keislaman, manis Iman yang ada dalam hatinya, juga kewajiban melindungi Negara tempat dilahirkannya.

Akhir-akhir ini kita melihat sejarah itu berulang. Ketika bangsa telah nyaman dengan status merdeka yang telah diakui oleh Negara lain. Lantas perlahan terlena dengan ancaman yang sebenarnya ada di sekelilling kita. Apa itu?. Penjajahan Ekonomi, Krisis Pemikiran, juga Krisis  Identitas. Rakyat masih dalam mental terjajah atau bahkan dipaksa oleh pihak tertentu untuk memiliki mental terjajah. 

Hari ini agaknya Islam dirasa oleh Pemerintah sebagai sebuah Agama yang intoleran, dan ingin berkuasa. Padahal Umat Islam adalah benteng terkahir NKRI jika dilihat dari sejarah dan dipertegas oleh  Panglima TNI Gatot Nurmantyo dalam acara Indonesia Lawyers Club TVOne Selasa (8/11/2016). 

Bahkan yang terjadi saat ini adalah krisis Identitas yang diawali dari kurang memahami tentang sejarah. Keloyalan pada asing yang terus berinvestasi menguasai Negri ini salah satu cirinya. Menjual tanah-tanah milik pribumi pada Asing. Menguasai pasar dan industri dan menyudutkan pribumi. Menjadikan rakyat Indonesia terusir dari kampung halamannya sendiri.  

Di Batavia 1618 (Sebelum berubah nama menjadi Jakarta)  pernah merasakan hal yang sama. Ketika Belanda semakin sering datang untuk membeli lada dan hasil rempah-rempah kita. Mereka mulai membangun sebuah kekuatan dengan mendirikan benteng. Masyarakat tak memiliki sebuah kekuatan karna sudah hidup dengan ketergantungan. Dengan berat hati menerima segala masukan yang dibawa Belanda dan akhirnya misi menguasai Indonesia. Kita bisa belajar dari sejarah bahwa awal mula penjajahan itu juga merupakan kelalaian pribumi, krisis identitas, dan telat untuk sadar bahwa ada ancaman besar telah menanti.

Tentu sikap kita jangan sampai terlarut dalam penyesalan. Mengambil hikmah dan nasehat dari setiap sejarah yang ada. Seperti kejadian di Perang Uhud ketika itu Allah ingin memberikan sebuah pelajaran berharga untuk hamba-hamba-Nya. “Karena itu Allah menimpakan kepadamu kesedihan, agar kamu tidak bersedih hati (lagi) terhadap apa yang luput dari kamu dan terhadap apa yang menimpamu” ( Ali ‘Imran: 153). 

Membangun kembali kesadaran adalah hal pertama yang harus diketahui oleh rakyat Indonesia saat ini. Terbangun dari segala kelenaan yang ada sebelum bangsa ini terjajah sekali lagi oleh pihak Asing yang sudah jelas arahnya ingin memperbudak rakyat Indonesia. Dan Kesadaran ini yang harus di pupuk oleh setiap generasi dengan mengingat kembali sejarah yang ada, bukan hanya untuk menghafal tanggal atau nama-nama yang ada, namun mengambil pelajaran dan membangun sikap patriotisme serta mengenali Identitas bangsa ini pada hakikatnya. 

Turki tlah bangkit kembali dengan terus menjadikan sejarah sebagai trend. Mereka tak melupakan sejarah ketika Islam lama berjaya di Turki. Itulah Mengapa sejarah dianggap penting, karena kemunduran dan kemajuan sebuah peradaban itu bergantung pada dua hal. Kebanggaan terhadap peradaban itu sendiri juga keterikatan hubungan dengan peradaban di masa lalu.

Hal kedua yang harusnya di tekankan adalah bagaimana Umat Muslim kembali menguasai Pasar, seperti dahulu Islam masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan, menguasai pasar dan Industri. Sejarah kembali terulang ketika penjajah datang dan perlawan pertama Umat Islam adalah melalui kekuasaan Pasar. Serikat Dagang Islam (SDI) yang di prakarai oleh HOS Cokroaminoto memulai mempengaruhi Rakyat bangsa untuk memiliki sikap patriotisme dan nasionalisme. Hingga muncul kekuatan kembali untuk berjuang merebut kemerdekaan.  Jadilah Islam yang merupakan simbol nasionalisme.

Betapa hebatnya perjuangan Para Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia ini yang di perjuangankan dengan segala kemampuan yang dimiliki. Jiwa dan raga. Ketika banyak bangsa yang kemerdekaannya sebagai hadiah namun terikat dengan sesuatu aturan, namun Indonesia merdeka karena perjuangannya sendiri. Hanya Bangsa Indonesia lah yang merebut kemerdekaannya dengan hasil keringat sendiri bukan pemberian orang lain. 

Maka jika sekali lagi Negara ini mengalami keguncangan Umat Islam siap membela NKRI hingga titik darah penghabisan. Terlihat dalam tragedi bersejarah 411 ( empat November), 212 ( dua Desember ), 112 ( sebelas Februari ), 212 ( dua puluh satu Februari). Ketika Umat bersatu melawan ketidakadilan dan kesewang-wenangan Pemerintah.

Teruslah berjuang mempertahankan keutuhan NKRI wahai umat Muslim, sebagaimana semangat juang itu mengalir dalam darahmu. Melewati setiap sendi-sendi perjuanganmu. Karena Membela agama, dan Negara merupakan kewajiban setiap Muslim dimana pun, dan kapan pun.

“Dan janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka ( musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka ketahuilah mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu rasakan, sedang kamu masih dapat mengharapkan dari  Allah apa yang tidak dapat mereka harapkan. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana” {An-Nisa: 140}.

Menyadari akan adanya musuh, lalu  mencari solusi dari sebuah akar permasalahan serta mengumpulkan kekuatan bersama dengan bersinergi. “Dan taatilah Allah dan rasul-Nya dan jangan kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar, dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh Allah bersama orang-orang yang sabar” {Al-Anfal: 46}.  Begitulah dijelaskan bahwa perpecahan menjadi sumber hilangnya kekuatan, tameng kemuliaan sirna hingga hilang juga nilai-nilai kepatriotan. 

Bila kita melihat pada sejarah yang ada, sudah cukup mengisyaratkan pada kita bahwa kekuatan persatuan mengukuhkan peradaban seperti dalam sila ke tiga Pancasila “Persatuan Indonesia”. 

Sebuah fitnah besar jika berfikir bahwa Umat Islam  anti terhadap kebhinekaaan, anti persatuan dan anti patriotisme. Justru Islam tlah lama menyejarahi semangat juang kemerdekaan dari generasi ke generasi. Hingga saat ini pekikan takbir tetap terdengar dalam sanubari, dan terus menjadi Identitas asli, melindungi Negara ini dari ancaman tikus berdasi juga siapa pun yang ingin menguasai Negri ini.

-------------------------------------------------------------------------------------------------








  Biodata Singkat:

Nama    : Afni Fatmawathi Harits

Alamat domisili : Jln. Bangka 2 RT/RW 17/03 Pela Mampang, Mampang Prapatan    Jakarta Selatan 

No Contact  : 082132075045

Pendidikan Terakhir : STIU DI Al-Hikmah Mampang (Tafsir-Hadits)

*Artikel di atas saya ikutka dalam lomba menulis  semoga menang dan dapat banyak pengalaman  

Komentar

Postingan Populer