Demak yang ramah ( Sebuah catatan Perjalanan)



Demak yang Ramah
Sebuah Catatan Perjalanan 



Sebuah kenangan akan terasa indah jika dituliskan. Karena kenangan akan menjadi kenangan jika kenangan itu selalu diingat dalam jiwa. Seperti layaknya sebuah sejarah yang selalu diingat-ingat karena dituliskan. Demikianlah sebuah catatan ini tertulis. Di sebuah blog harian yang akan saya ceritakan hikmah sebuah perjalanannya. Seperti Ibnu Batutah yang mengembara ke seluruh dunia dengan membawa catatan-catatan terbaiknya. Namun memang catatan ini memeiliki sebuah keterbatasan, dimana penulisnya masih dalam tahap belajar. Masih belajar untuk mencintai tulisan, mencintai perjalan, dan lebih mencintai Indonesia. 

Catatan perjalanan kali ini akan dimulai di titik sebuah kota tradisi Islam yang kuat dimana warganya kompak, saling bantu-membantu. Akrab dan menjaga sopan santun, ramah dan sangat menghargai tamu. Sungguh luar biasa kota Demak. 

Rabu Malam tanggal 30 Agustus 2017, malam Ibukota Jakarta tampak ramai seperti sedia kala. Tak terlalu dingin juga tak terlalu panas. Aktifitas kita yang menjadikan keringat berpeluh  di hari ini. Malam ini kita persiapkan segala sesuatu untuk pergi ke Demak dengan kereta Ekonomi Tawang Jaya jurusan Pasar Senen-Semarang Poncol. Saya dan 3 teman lain ( Nafiah, Endah dan Nora) sibuk mondar-mandir mempersiapkan seluruhnya yang akan kita bawa meski sehari sebelumnyna baju yang kita siapkan sudah terstrika rapi di dua koper kami. Beginilah wanita yang serba ribet dengan segala sesuatu. Pada akhirnya kami berangkat  20.00 WIB dari Asrama kami di mampang. Berharap jalan Ibukota tak macet dan lancar. Jam 21.00 kurang mobil Grab carteran kami sudah siap di Stasiun Kereta. Meski tadi sempat macet di Tendean. Rupanya yang macet ke arah Cawang. “ Al-Hamdulillah yaa, kita lewat Kuningan, kalau lewat Cawang bisa subuhan di sana nih” bercanda saya agar mencairkan suasana.

“Perjalanan adalah setengan siksaan (As-safar nisfu adzab)” kata-kata Dosen saya Ust. Isnan Ansory Lc. yang masih terkenang. Benar betul kata beliau. Memang hakikat dalam perjalanan itu adalah belajar bersabar, belajar menunggu, berbagi, toleransi dan keikhlasan. ‘Namanya juga pake kareta ekonomi yooo yang sabar to’. Kereta ditunda keberangkatannya karena mungkin macet di jalan (haaaa macet, sejak kapan?). Karena ada sedikit keterlambatan inilah kita masih setia menunggu meski sudah lelah menunggu(mu) #mncrgknskli dalam kesendirian. Apa yang kita lakukan disaat-saat ini. saya berfikir lebih baik  membaca buku, syukur ada buku kesukaan yang saya baca ( sejarah yang di/ terlupkan Rizki Lesus) atau dengan ngobrol sambil dzikir. Suapaya waktu yang kosong sangat bermanfaat nanti di akhirat. 

Ala kulli Hall, Kereta pun datang dan kita melewati malam yang dingin di kereta dengan tidur seikhlasnya ( lumayan sempit). Tapi kita anggap kita adalah keluarga baru yang meski tetap menjaga adab juga mau berbagi selonjoran kaki. Langit Kota Semarang yang kalinya sudah tidak lagi banjir ini menyapa kita di jam 07.00 pagi. Suasanya ramai lancar dengan disambut supir-supir taksi, angkot, mikrolet, ojek yang sudah lama menanti penumpang juga sambil bercanda. “ Yaa... bu, kakak  Genuk, Demak, Salatiga, Salahempat, Salahlima, Bener semua” hahaha.... saya ikut tersenyum mendengar candaan bapak supir ini. 
Stasiun Tawang Semarang

Demak  memang panas yaa, bahkan Puaanasss.......Al-hamdulillahnya kedatangan kita sudah disambut hangat oleh shohibul hajah sekeluarga, yaaa maksud kedatangan kita kemari adalah ingin melamar anak bapak. Ehh salah ingin menghadiri walimah sambil bantu-bantu. Beliau yang akan dihalalkan ini adalah musrifah kami di Rumah Qur’an Hafsoh. Alumni Lipia yang cantik ini adalah seorang Hafidzoh ponakan Ust, Musyaffa dn Ustadzah Amiroh (pendiri RQ kami). Jadi beliaulah yang diminta tolong untuk mendengar hafalan Qur’an kami. Di awal memang terkesan galak, namun kenyataannya semakin mengenal kami semakin akrab dan sangat baik sekali. Maaf kami yang dulu yaaa mbak.....  
Jambu Merah khas Demak

Buah-buahan yang sudah merdu memanggil-manggil kami. Taukah buah jambu asal Demak itu ruasanya mak nyuss, seger dan manis. Belum lagi ditambah kelengkeng buah kesukaann yang bikin nagih kalau sekali merasakannya #bikinnagih. Sambil ngobrol-ngobrol ringan kami  membantu mempersiapkan souvenir yang ada dan juga snack-snack ringan yang harus dibungkus. Setelah selesai pekerjaan kami, kami diantar untuk menginap di salah satu keluarga/tetangga karna memang rumah shohibul hajjah digunakan untuk masak-masak dan  keperluan ribet lainnya. Dan memang gak cukup dan bikin sumpek kalau kami ada disana #bknsumpek. Al-hamdulillah Pak Tamara,  sebutan hangat beliau yang aslinya Pak Mu’tamar . Rumah beliau siap diboking oleh Tamu-tamu jauh yang merepotkan  sekali seperti kami. Satu kamar yang berisi Spring bed dan kipas angin. Lumayan mendinginkan panas yang ada. Setidaknya kami sangat bersyukur sekali diberi tempat untuk istirahat. Dengan segenap kesyukuran kami ucapkan terimakasih banyak Pak. Sangat Ramah sekali keluarga ini. hingga kami  diizinkan memakai kipasnya dan kamarnya, boleh pakai mesin cuci  juga namun kami gak enakan jadi nyuci pake masin tangan biar lebih hemat listrik. Listrik kan naik hiksss #listrikmahal. 

Hal yang paling seru di Desa adalah Rumahnya yang khas dengan kayu. Dilapisi kayu, jadi bukan semen. Yang kita injak-injak itu kayu lohh.. mungkin supaya gak lebih panas. Dan juga hal yang seru adalah Air kamar mandi yang sueger, balance sama udara dan terik matahari yang panas. Serunya lagi Kamar mandi terpisah dengan Wc, dan tembok Wc  kalau kita berdiri gak sampai menutupi kepala. In sya Allah aman karna orang disini sungguh beradab dan amanah. Kalau dikota mah, sudah jail kali yaa, sering cek toko sebelah. #Astagfirullah.

Siang yang panas mendera kami habiskan untuk istirahat. Dengan keringat yang gobyos tetap kami syukuri, karna panas pun dari Allah. Sore menjelang magrib kami keluar dari pertapaan langsung ditawari jalan-jalan oleh Pak Tamara. Setelah mengambil gambar  riang ala suasana senja, kami langsung ngikut mobil Paka tamara keliling-keliling Semarang melihat kegiatan isi kota yang lumayan ramai juga. Gongso Lele khas Semarang sudah mampir ke perut yang kini  sudah bisa mengobati rasa lapar yang ada. Namun ada kejadian sedih namun menggelikan juga ketika kawat behelnya mba Ophi ketelen setelah iseng mencoba kripik gadung. Yaaa kripik gadung itu sebuah kripik khas dari Jawa yang sudah langka akhir-akhir ini. Agak keras memang namun seru memakannya.
10 Dzulhijjah, Idul Adha di kampung orang ternyata juga menyenangkan. Suasana Eid yang khas dengan aroma Jawa. Khotib yang berbahasa Jawa membuat kami sedikit bingung, yaa maklum yang denger orang Aceh, orang Medan. Bahkan teman kami yang orang Jawa juga kurang mengerti  bahasa Alusnya. Hasilnya ketika sudah do’a menunggu aba-aba mengangkat tangan dan mengamini. Dan kalau selesai  juga begitu. Hahaha telat respon sangat menggelikan. Meski saya tidak ikut sholat karena memang tidak sholat ikut geli mendengar cerita teman yang mendengar khutbah hanya melongo tanpa paham.

Setelahnya, kami punya tugas inti yaitu tasmi’ Qur’an  di rumah mba’ Dzoh.  Sudah ada hafidzoh yang asli Demak juga dibantu mba Nafiah yang hafalan juga sudah joss. Kalau saya belum berani... jadi sangat merasa memang hafalannya harus terus diperbaiki. Kami bantu Tasmi jus 30 saja. Hehe itu aja masih bercanda-candaan ada yang lupa-lupa. Ya Allah mudahkan dan lancarkan kami. Ma’lum belum pernah di tasmi’kan jadi belum keren hafalannya. Dan ini yang pertama mungkin yaaa, dulu pas di pondok Cuma kebagian dengerin. Dibagi-bagi per distrik 1,5 jam itu aja mungkin ngantuknya yang banyak, hehe. Sering kabur juga. 

Lelah menyimak hafalan kita ganti dengan istirahat penuh dengan peluh keringat di kamar,  sudah tidak terasa panasnya ditimbun lelah. Ngantuks bin ngantuks. Malamnya kita masih bersiap dengan pekerjaan tambahan yaitu membungkus jenang khas Demak dengan kertas  warna-warni ala permen. Jenang memang makanan yang memang hanya bisa kita dapatkan di desa-desa  yang  dibuat dengan peuh tenaga extra berjam-jam mengaduk adonan yang super alot tenanan. Mungkin perjuangan inilah yang tidak kita dapatkan di kue-kue lebaran akhir-akhir ini. lebih sering dengan kue-kue panggang yang berhias-hias. Dengan keuletan dan ketrampilan unik, dibantu dngan Ibu-Ibu warga disana juga Ustadzah Amiroh yang dengan lembut sambil banyak bercakap sesuatu. Entah itu sesuatu apaan. Yang jelas bukan sesuatunya Syahrini yaaa.

Waktu yang Indah tiba, suasa pagi yang dingin dengan udaranya. Kami bergegas mempersiapkan diri untuk membantu segela persiapkan sebelum acara akad jam 09.00. Kami bantu shohibul Hajjah mempersiapkan Sarapan untuk para tamu yang dari jauh juga, keluarga Besan yang se-bis dari Wonogiri, Keluarga Blitar juga Teman Lipia mba’Dzoh. Sebelum acara dimulai memang kami diminta bantuan untuk mempersiapkan yang belum siap. Meski sudah tampil kompak  memukau dengan kerudung biru pink pola  abstrak kain Maxmara karya @Dnd Hijab  juga gamis abu-abu  hehe. Tak apalah namanya juga perjuangan, luntur make up juga gpp ( hahahaha). 

Sebelum jam 09.00 seorang Tamu terhormat Pak Fahri Hamzah wakil Ketua MPR RI datang dengan segenap rombongan Kantor mba’Dzoh dari Jakarta. Dikawal dengan patwal Polisi menuju kediaman rumah Mba/ Dzoh di kecamatan Guntur Demak.   Masya Allah yaa, beliau acara belum dimulai sudah siap yaaa.. jadi semakin semarak dan Ramai karna ada tamu terhormat ini.

“Qabiltu nikahaha wa tazwijaha Siti Mahfudzoh bi mahri madzkur haalan”. Suasana haru mengarungi seantero kediaman Keluarga Guntur. Dirasa sendu bercampur bahagia pagi ini. karna ada dua keluarga yang bersatu, ada dua insan pula yang bersatu. Menghalalkan yang tadinya haram dengan tujuan ingin mendapat keberkahan dan ridho Sang Ilahi. Allah memang sangat adil dan Maha Pengasih, mengasihi hambanya dengan segenap cinta. Ia sudah siapakan yang terbaik bagi masing-masing hambanya. Meski setelah penantian, dengan do’a dan harapan  yang agung. Akhirnya cinta itu bersemi dengan indahnya pernikahan. Al-Hamdulillah, barakallahulakuma wa baraka ‘alaikuma wa jama’a bainakuma fii khoir. 



Acara pagi ini selesai, namun tetap dilanjutkan di malam sebagai  ungkapan silaturahim bagi warga sekitar. Bergiliran dan terus berdatang ibu-ibu yang membawa seperti nampan yang berisikan beras, gula, mie dll untuk membantu Sang Shohibul Hajah. Memang pasti jika dihitung-hitung mengadakan resepsi seperti ini membutuhkan dana  yang sangat banyak sekali. Kalau di kota mungkin sekali makan pas acara, tapi di sini, dari sehari yang lalu sudah harus siap makanan sebagai konsumsi, tamu yang dari jauh ada persiapan setiap jam makan, dan tamu yang tidak menginap yang dari jauh ada untuk 2 kali makan , yaitu makan pas acara dan ketika pulang dibawakan bekal makanan dan snack. #Mantap .

Al-hamdulillah berakhirnya acara  berarti tugas kami pun sudah selesai. Siangnya kami beristirahat sekalian mempersiapkan tas, malamnya kami izin pamit untuk kembali pulang ke Jakarta. Kereta yang berangkat  02.00 dini hari jadi kami mungkin diantar sampai Stasiun Tawang menunggu Kereta Kartajaya. Baiknya keluarga Demak, kami diantar jalan-jalan di Semarang dulu. Melihat indahnya Masjid Agung Jawa Tengah yang megah. Menaiki menara yang tingginya 19 lantai lebih. Melihat kerlap-kerlip lampu Kota Semarang yang sungguh mempesona dari atas. Melalui sedikit lobying dari Mas Tur Saudara Mba’ Ophi “ Gimana, waktunya sudah mepet kita boleh naik ke atas 10 menit saja apa mau?”. Serentak kami iyakan karena memang waktunya juga mepet. Jam 09.00 pas kita harus turun karena menara akan tutup. Berhasilah kami menikmati suasana malam yang indah dari puncak tertingggi Kota Semarang di Masjid Agung Jawa Tengah. Masya Allah sungguh Indah.

Menara Masjid Agung Jawa Tengah

Masjid Agung Jawa Tengah

Setelah Masjid Agung kami melanjutkan ke Simpang Lima Semarang. Suasana yang ramai padat ala malam mingguan begitu menyenangkan. Tertarik kami menaiki sepeda-sepada hias yang berlampu-lampu yang kita gowes sendiri. Shipplah, meski lelah sehabis gowes dan mendorong tetap seru dan semangat karena kebersamaan. Mungkin termasuk spesies yang heboh sendiri Diakhiri dengan segelas jeruk Batu kota Malank yang diseduh tanpa gula rasanya sudah manis harga Rp. 10.000 pake es, Rp. 12.000 Original tanpa es.. #W_O_W pokoknya.

Simpang Lima Semarang


Waktu menunjukkan pukul setengah sebelas kita harus segera menuju stasiun Tawang untuk kembali ke Jakarta. Karena keluarga di rumah juga sudah menunggu kedatangan. Cerita indah  di Demak akan menjadi kenangan dan sebuah penggalan cerita kehidupan, Nusantara begitu luas yang salah satu bagian bumi Allah yang indah. Berharap bisa pergi ke tempat lain yang tak kalah indahnya. Salah satu tujuan yang saya sangat ingin kunjungi adalah Aceh, Padang, Bandung, Lombok, Sulawesi. Semoga Allah memberi kesempatan dan Rezki yang luas untuk menjelajahi penggalan Syurga Nusantara Indonesia. Danau Ranau di Palembang mengisahkan keindahannya, Way Kambas di Lampung terkenang keserunya Kwah Ijen mencatatat baik perjuangannya. Jiwa Sang Petualang kini ingin mencatat setiap kemana saja langkah itu membawanya agar ada hikmah di balik semuanya. Lebih mencintai dan bersyukur atas Ayat-ayat Kauniyah Allah yang ada di Bumi Nusantara, bisa mencintainya dan menjaga keberadaannya. 

Catatan perjalanan ini merupakan sebuah bukti, bahwa Indonesia yang beragam indah, dengan ribuan perjuangan kemerdekaannya. Terbentang luas dari Sabang sampai Marauke. Semoga Allah terus jaga dengan rahmat-Nya. Agar para kuli Tinta tak lelah untuk menuliskan keindahannya. 


Senin, 04 September 2017
Avnie Suhayla
      

     

Komentar

Postingan Populer